KATAK MERAH DAN KATAK BIRU
Suatu
pagi yang cukup damai, hiduplah dua ekor katak yang sudah tidak punya ekor
lagi. Mereka adalah katak berwarna merah bernama Jackson, dan katak berwarna
biru yang bernama Johnny. Mereka adalah duo pengelana yang telah melakukan
perjalanan kemana-mana. Kota yang pernah mereka kunjungi antara lain London,
Paris, Manila, Madrid, hingga Sukabumi. Tujuan mereka bepergian ke tempat yang
eksotis seperti itu hanya satu : wisata kuliner.
Suatu
hari, Jackson menawarkan tempat tujuan mereka berikutnya kepada Johnny.
“John,
gue punya usul bagus nih, buat kota yang bakal kita datengin selanjutnya!”
“Apa
itu?”
“Gimana
kalo besok lusa kita ke L.A?”
“L.A!?
Los Angeles!?”
“Lenteng
Agung! Ya ke Los Angeles lah. Gue denger-denger, di sana ada restoran baru yang
lagi beken. Mau nggak luh??”
“Boleh
aja, gue sih oke-oke aja. Tapi, ada duit nggak?”
“Ada
deh pokoknya. Kita tinggal berangkat.”
“
Emang loe punya berapa?”
“Dua
ratus ribu.”
“Eh
buseet, cuma dua ratus ribu! Ntar loe mau makan apa di sono!? Makan nasi kucing!?
Kalo loe mau makan nasi kucing, di Jogja mah juga banyak. Angkringannya bejibun
tuh, tinggal pilih! Mau makan nasi kucing aja sampe ke Amerika segala. Norak
luh!” Johnny sewot.
“Eh
kodok, maksud gue tuh dua ratus ribu dolar. Bukan dua ratus ribu perak! Kalo
orang ngomong biarin sampe abis dulu kenapa sih!”
“Jangan
ngatain gue kodok dong, KODOK!”
“Loe
kan katak, bukan kodok. Liat dong judul yang ditulis sama Deeto Kongo, yang
nulis cerpen ini. Tulisannya katak, bukan kodok. Baca dong, pake mata!”
“Mata
apaan??”
“Mata
kaki! Lama-lama loe ngeselin juga yak! Gini aja deh, loe mau apa nggak!?”
“Ya
udah, gue mau. Tapi loe aja yang nyiapin bekal sama bawaan yang kudu kita bawa
yak?”
“Terus,
loe mau kemana?”
“Biar
gue beli dulu tiket pesawatnya. Tempatnya emang rada jauh, tapi cuman satu kali
naik angkutan umum. Gimana?! Oke nggak??”
“Sip!”
Maka,
berangkatlah mereka ke Los Angeles naik pesawat Amphibi Air, suatu armada
penerbangan yang cukup terkenal di kalangan hewan amfibi seperti mereka berdua.
Sepanjang perjalanan, mereka melakukan aktivitas layaknya katak sejati. Seperti
main kartu UNO, makan keripik, minum soda berlabel Katak-Cola, sampai tidur
dengan posisi kayang, semua mereka lakukan. Bahkan Johnny dengan isengnya
menaruh cabai yang pedas di dalam roti isi pesanan Jackson tanpa
sepengetahuannya, hingga Jackson pun harus bolak-balik ke toilet sampai delapan
kali.
“Gila!
Pedes banget nih roti! Sampe perut gue mules-mules begini! Padahal gue pesennya
roti isi daging, bukan roti isi sambel.” Jackson kesal bukan main.
Tidak
terasa, sampai juge mereka di Amerika. Negara yang dijuluki dengan sebutan
Negeri Paman Sam itu memang menakjubkan. Begitu tiba di bandara, mereka berdua
sampai mencium lantai bandara saking senangnya.
“I’m
coming Amerika! I’m comiing!” teriak Jackson, seakan tidak menyadari belasan
pasang mata menatap dirinya dengan tatapan heran yang menyiratkan bahwa mereka
seperti hewan gila.
“Eh,
norak luh. Nggak gitu-gitu amat kali senengnya. Kayak orang yang belom pernah
ke Amerika aja.”
“Gimana
gue nggak seneng, ini adalah pengalaman hidup gue yang paling berharga!” sahut
Jackson dengan wajah berseri-seri.
“Nah,
sekarang kan udah sampe nih. Loe bilang kan ada restoran yang katanya udah
beken banget. Sekarang, kita langsung aja ke tempatnya.”
“Ya
udah. Tuh, taksinya udah ada di depan. Kita pake taksi bandara aja.”
Mereka
pun menuju ke Miami, kota dimana restoran yang dimaksud Jackson berada. Selama
perjalanan, mereka berdua asyik berbincang-bincang dengan supir taksinya.
Begitu banyak hal yang mereka bahas. Mulai dari tempat-tempat yang menarik di
Miami, apa saja sarana hiburannya, tempat penginapan yang bagus, hingga kisah
perjalanan hidup sang supir. Bahkan, mereka sempat menawarkan kepada supir
untuk ikut mereka makan-makan di restoran yang akan mereka tuju.
Sesampainya
di sana, mereka langsung turun dan tentu saja tidak lupa untuk membayar ongkos
taksi yang tarifnya 2 dolar per dua hewan. Lalu mereka mencari restoran yang
dimaksud oleh Jackson.
“Jack,
emang di mana restoran yang loe maksud?”
“Harusnya
di sekitar sini. Kemaren gue lihat di internet letaknya di Miami. Biar cepet,
gimana kalo nanya aja?”
“Okelah
kalo begitu.”
Mereka
bertanya pada seekor katak Amerika yang berambut kuning, bermata biru,
berkacamata merek Oakley, dan bercelana panjang.
“Excuse
me Sir, can you tell me about something?”
“Of
course.”
“Where
is the Amphibi Restaurant?”
“Amphibi
Restaurant!? Are you tourist in here?”
“Right,
Sir. Why?”
“Poor
you. The restaurant was closed yesterday, because the food-poison.”
“What!?
Food-poison??”
“Yeah.
My advise, don’t go to the restaurant.”
Seketika
tangan, kaki, dan kepala Jackson bergetar hebat. Dia tidak percaya, bahwa
restoran yang dia baca di internet ternyata makanannya beracun. Padahal di
internet tertera bahwa makanannya memakai bumbu alami. Johnny yang merasa
kasihan lalu mengajak menginap di penginapan terdekat untuk menenangkannya.
“Sabar
ya, Jack. Anggap aja ini keberuntungan.”
“Maksud
loe!?”
“Setidaknya,
kita-kita nggak terlanjur keracunan duluan. Ya udah, sekarang kita istirahat
dulu. Besok, kita sarapan aja di Mc Donald. Abis itu kita pulang. Oke!?”
“Ya
udah deh, terserah loe aja.”
Akhirnya,
mereka berdua menginap di penginapan Miamotel. Keesokan harinya, mereka menuju
Mc Donald untuk sarapan. Setelah agak kekenyangan, mereka membeli tiket pesawat
untuk pulang ke Jakarta. Mereka berangkat Selasa pagi, namun kali ini mereka
menggunakan jasa penerbangan Salamander Attack.
Selama
di pesawat, Jackson tampak muram. Dia tidak ceria seperti saat mereka berangkat
ke Amerika. Belum pernah Jackson bermuram durja seperti ini. Terakhir kali dia
bersedih, saat Jackson berumur 11 tahun. Saat itu, motor Ducati 848 Evo-nya
dijual untuk modal usaha, dan dia langsung menangis sejadi-jadinya.
Sesampainya
di rumah mereka, tepatnya di daerah Condet, Jackson langsung menuju kamarnya
seraya berkata, “Jangan ganggu gue dulu John, gue lagi pengen sendiri.”
Johnny
pun mengangguk, lalu masuk ke kamarnya sendiri. Dia merasa kasihan kepada adik
satu-satunya itu. Dia pun akhirnya terlelap dalam tidurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar